Minggu, 23 Oktober 2011

HAKIKAT DAN PENGERTIAN ISLAM


1.      Pengertian Islam
Kata Islam menurut pandangan umum yang berlaku, biasanya mempunyai konotasi dengan dan diartikan sebagai “agama Allah”. Agama, artinya jalan.[1] Agama Allah berarti jalan Allah, yaitu jalan menuju kepada-Nya dan bersumber daripada-Nya. Allah adalah Tuhan seru sekalian alam, Tuhan yang menciptakan, menguasai, mengatur alam semesta ini.
Islam adalah agama Allah; yang berarti Islam adalah jalan menuju kepada Allah dan yang bersumber daripada-Nya.
Secara etimologis, kata Islam memang memiliki banyak pengertian, antara lain:
a.         Kata Islam yang berasal dari kata kerja aslama, yuslimu, dengan pengertian “menyerahkan diri, menyelamatkan diri, taat, patuh dan tunduk”.
b.         Dari segi kata dasar salima, mengandung pengertian antara lain “selamat, sejahtera, sentosa, bersih dan bebas dari cecat/cela”.
c.         Jika dilihat dari kata dasar salam, maka akan berarti “damai, aman, dan tenteram”.[2]
Jadi penegrtian Islam dapat disimpulkan sebagai berikut: “menempuh jalan keselamatan, dengan jalan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, dan melaksanakan dengan penuh kepatuhan dan ketaatan akan segala ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh-Nya, untuk mencapai kesejahteraan dan kesentausaan hidup dengan penuh keamanan dan kedamaian”.

2.      Kepercayaan
Kepercayaan dasar Islam dapat ditemukan pada dua kalimah shahādatāin ("dua kalimat persaksian"), yaitu "asyhadu an-laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah" - yang berarti "Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah". Adapun bila seseorang meyakini dan kemudian mengucapkan dua kalimat persaksian ini, berarti ia sudah dapat dianggap sebagai seorang Muslim atau mualaf (orang yang baru masuk Islam dari kepercayaan lamanya).
Kaum Muslim percaya bahwa Allah mewahyukan al-Qur'an kepada Muhammad sebagai Khataman Nabiyyin (Penutup Para Nabi) dan menganggap bahwa al-Qur'an dan Sunnah (setiap perkataan dan perbuatan Muhammad) sebagai sumber fundamental Islam.
 Mereka tidak menganggap Muhammad sebagai pengasas agama baru, melainkan sebagai pembaharu dari keimanan monoteistik dari Ibrahim, Musa, Isa, dan nabi lainnya (untuk lebih lanjutnya, silakan baca artikel mengenai Para nabi dan rasul dalam Islam). Tradisi Islam menegaskan bahwa agama Yahudi dan Kristen telah membelokkan wahyu yang Tuhan berikan kepada nabi-nabi ini dengan mengubah teks atau memperkenalkan intepretasi palsu, ataupun kedua-duanya.
Umat Islam juga meyakini al-Qur'an sebagai kitab suci dan pedoman hidup mereka yang disampaikan oleh Allah kepada Muhammad. melalui perantara Malaikat Jibril yang sempurna dan tidak ada keraguan di dalamnya (Al-Baqarah [2]:2). Allah juga telah berjanji akan menjaga keotentikan al-Qur'an hingga akhir zaman dalam suatu ayat.
Adapun sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur'an, umat Islam juga diwajibkan untuk mengimani kitab suci dan firman-Nya yang diturunkan sebelum al-Qur'an (Zabur, Taurat, Injil dan suhuf para nabi-nabi yang lain) melalui nabi dan rasul terdahulu adalah benar adanya. Umat Islam juga percaya bahwa selain al-Qur'an, seluruh firman Allah terdahulu telah mengalami perubahan oleh manusia. Mengacu pada kalimat di atas, maka umat Islam meyakini bahwa al-Qur'an adalah satu-satunya kitab Allah yang benar-benar asli dan sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya.
Umat Islam juga meyakini bahwa agama yang dianut oleh seluruh nabi dan rasul utusan Allah sejak masa Adam adalah agama tauhid, dengan demikian tentu saja Ibrahim juga menganut ketauhidan secara hanif (murni imannya) maka menjadikannya seorang muslim. Pandangan ini meletakkan Islam bersama agama Yahudi dan Kristen dalam rumpun agama yang mempercayai Nabi Ibrahim as. Di dalam al-Qur'an, penganut Yahudi dan Kristen sering disebut sebagai Ahli Kitab atau Ahlul Kitab.
Hampir semua Muslim tergolong dalam salah satu dari dua mazhab terbesar, Sunni (85%) dan Syiah (15%). Perpecahan terjadi setelah abad ke-7 yang mengikut pada ketidaksetujuan atas kepemimpinan politik dan keagamaan dari komunitas Islam ketika itu. Islam adalah agama pradominan sepanjang Timur Tengah, juga di sebagian besar Afrika dan Asia. Komunitas besar juga ditemui di Cina, Semenanjung Balkan di Eropa Timur dan Rusia. Terdapat juga sebagian besar komunitas imigran Muslim di bagian lain dunia, seperti Eropa Barat. Sekitar 20% Muslim tinggal di negara-negara Arab, 30% di subbenua India dan 15.6% di Indonesia, negara Muslim terbesar berdasar populasi.
3.      Islam Sebagai Gejala Alami yang Universal
Kekuatan besar, semua hukum yang meresap, yang memerintah dan yang mengatur seluruh dan bagian-bagian serta yang menyusun  alam semesta ini, mulai dari noda debu yang terkecil sampai kepada galaksi raksasa yang hebat di langit yang tinggi, adalah hukum Tuhan, pencipta dan pengatur alam semesta ini.
Karena seluruh makhluk dan seluruh alam semesta ini tunduk dan patuh kepada hukum-hukum Tuhan, maka secara harfiyah seluruh alam semesta ini beserta segala isi yang ada di dalamnya adalah muslim, mengikuti dan melaksanakan Islam, karena Islam adalah tidak lain kecuali berarti kepatuhan dan penyerahan diri kepada Allh, Tuhan semesta alam.
Jadi bumi, matahari, bulan, bintang-bintang dan semua benda-benda langit lainnya semuanya adalah muslim. Udara, air, panas, batu, pohon-pohonan dan binatang serta segala sesuatu yang ada dan menjadi isi alam semesta ini, adalah muslim, karena mereka patuh kepada Tuhan semesta alam dan mengikuti hukum-hukum-Nya.[3]
Islam itu pada hakikatnya adalah jalan hidup yang alami, jalan hidup yang sesuai dengan menurut kenyataan, jalan hidup yang menurut hukum-hukum dan proses alamiah, dan jalan hidup menurut aturan dan hukum-hukum yang ditetapkan oleh Tuhan.

4.      Islam Sebagai Agama Universal dan Eternal
Sebagai agama yang terakhir, Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW (sebagai utusan terakhir) berfungsi sebagai rahmatan lil’alamin yaitu rahmat dan nikmat bagi seluruh alam, utamanya bagi kehidupan manusia. Sebagai risalah yang terakhir, islam memiliki nilai universal dan eternal, sesuai dengan kebutuhan manusia. Islam memiliki bentuk ajaran yang lebih sempurna dibanding dengan ajaran sebelumnya.
Untuk memenuhi semua kebutuhan kehidupan manusia, Islam memiliki tiga inti ajaran yang merupakan inti dasar dalam mengatur kehidupan manusia. Secara umum dasar-dasar ajaran Islam itu meliputi aqidah, syari’ah dan akhlaq. Dasar-dasar tersebut menunjukkan sifat universalitas dan eternalitas Islam.

1)   Aqidah
Tiap-tiap pribadi pasti memiliki kepercayaan, meskipun bentuk dan pengungkapannya berbeda-beda. Pada dasarnya manusia memang membutuhkan kepercayaan. Kepercayaan akan membentuk sikap dan pandangan hidup seseorang.
Tentang kepercayaan ini pada umumnya orang memberikan gambaran sebagai suatu tempat bersandar atau tempat pengembalian segala masalah yang di lluar jangkauan batas kemampuan akal dan pikiran manusia. Dengan kata lain pa yang menjadi pusat kepercayaan itu dipandang memiliki sesuatu yang lebih tinggi, baik kepercayaan yang masih berkisar pada dunia yang kecil (microcosmos) atau pada alam yang melingkupi kita (macrocosmos) ataupun yang diluar keduanya.
Dalam proses manusia mencari kepercayaan akan dijumpai adanya bermacam-macam konsep dari yang masih sederhana (dinamisme, animisme) sampai kepada yang sudah sempurna (monotheisme). Dan setipp agama pasti memiliki konsep dasar kepercayaan yang oleh para ahli theology disebut sebagai pengertian-pengertian dasar keagamaan (Basic Theological Consepts).[4]
2)   Syari’ah
Pengertian syari’at dalam istilah yang sering dipakai dalam kalangan para ahli hukum islam ialah hukum-hukum yang diciptakan oleh Allah SWT untuk segala hamba-Nya agar mereka itu mengamalkannya untuk kebahagian dunia akhirat, baik hukum-hukum itu bertalian dengan perbuatan,akidah dan akhlak.
Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa:
a.    Syari’at itu kumpulan ordonasi yang diwajibkan Tuhan, berupa peraturan-peraturan, perintah-perintah, dan larangan-Nya.
b.    Kumpulan hukum-hukum yang tergantung kepada perbuatan-perbuatan, akidah dan akhlak.
c.    Hukum itu adalah ciptaan Tuhan untuk hamba-hamba-Nya.
d.   Hukum-hukum itu diterima, dibawa dan disampaikan oleh seorang Nabi untuk umat manusia.
e.    Tujuan hukum adalah agar umat manusia selamat dan bahagia duniawi dan ukhrowi.
f.     Kumpulan hukum yang berkenaan dengan cara pengerjaan amal disebut dengan ilmu Fiqih.[5]
Sebagai dan perundang-undangan Tuhan maka Syari’at Islam bersifat Universal dalam arti dapat diterapkan pada semua bangsa, disemua tempat dan waktu. Oleh karena itu ciri-ciri daripada syari’ah ialah:
a.    Syari’ah memberikan aturan-aturan atau prinsip-prinsip umum, dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi manusia untuk mengembangkannya.
b.    Sedang pada masalah-masalah yang tidak berkaitan dengan perkembangan manusia, syari’ah memberikan peraturan-peraturan yang terperinci biasanya dalam masalah-masalah yang bersifat ta’abbudy (berupa ibadah) misalnya tentng wudhu dan tayamum, tentang muhrim, pembagian harta warisan, dan zakat, masing-masing secara detail yang telah dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an.
c.    Syari’ah bersifat tidak memberatkan dalam arti bahwa tuntunan syari’ah disesuaikan dengan kadar kmampuan manusia. Atau dengan kata lain hukum Tuhan tidak akan memaksa manusia sampai melampaui kadar kemampuannya.
d.   Dalam syari’ah Islam lebih banyak terkandung di dalam hal-hal yang diperbolehkan (mubah) dengan sedikit sekali kewajiban yang berisi “perintah” dan “larangan” sehingga memberikan keluasaan ruang gerak kehiduoan manusia dan tidak dalam serba keterkaitan larangan-larangan yang ketat.
e.    Penetapan hukkum syari’ah secara berangsur-angsur tidak sekaligus.
Prof. Dr Mahmud Syaltout dalam bukunya Al Islam Aqidah wa al-syari’ah, pengertian syari’ah dalah peraturan-peraturan yang diciptakan Allah atau yan g diciptakan pokok-pokoknya supaya manusia berpegang kepada-Nya di dalam hubungan dengan Tuhannya, hubungan dengan saudara sesama muslim, hubungan dengn alam seluruhnya, dan hubungan dengan kehidupan.
3)   Akhlaq
Akhlak secara etimilogis merupakan bentuk jamak (plural) dari kata “khuluqun” diartikan sebagai perangai atau budi pekerrti, gambaran batin atau tabiat karakter. Kata akhlak serumpun dengan kata “khalqun” yang berarti kejadian dan bertalian dengan wujud lahir atau jasmani sedangkan akhlak nertalian dengan factor rohani, sifat atau sikap bathin. Factor lahir dan batin adalah dua unsure yang tidak dapat dipisahkan dari manusia, sebagaimana tidak dapat dipisahkannya jasmani dan rohani.
Untuk itulah Islam lewat ajaran-ajarannya yang universal dan eternal mengatur keduanya dalam upaya pemenuhan kebutuhan jasmaniah dan rohaniah. Akhlak merupakan pokok esensi ajaran Islam pula-disamping aqidah dan syari’ah- karena dengan akhlak akan terbina mental dan jiwa seseorang untuk memiliki hakikat kemanusiaan yang tinggi. Dengan akhlak dapat dilihat corak dan hakikat manusia yang sebenrnya. Sehigga sebenarnya inti yang hakiki misi Muhammad SAW adalah pada pembinaan akhlak mannusia.
Akhlak atau etika mennurut ajaran Islam meliputi hubungan dengan Allah (Khaliq) dan hubungan dengan sesama makhluk (baik manusia maupun nonmanusia) yaitu kehidupan individu, keluarga rumahtangga, masyarakat, bangsa, dengan makhluk lainnya seperti hewan, tumbuhan, alam sekitar dan sebagainya.
Selanjutnya akhlak dalam agama Islm adalah suatu ilmu yang dipelajari di dalamnya tingkah laku manusia, atau sikap kehidupan manusia dalam pergaulan hidup.
Praktek pelaksanaan akhlak adalah berpedoman kepada nash Al-Qur’an dan Al-Hadist, perbuatan yang dianggap benar adalah perbuatan-perbuatan yang berpijak pada kebenaran yang telh digariskan oleh nash agama yang bersumber kepada revelasi atau wahyu.


[1] Sidi Gazalba, Anzis Agama Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1975, hlm. 33.
[2]E. Saifuddin Anshari, Kuliah Al Islam, Perp. Salman ITB, Bandung, 1980, hlm, 52.
[3] Abu A’la Maududi, Towards Understanding Islam, Islamic Fublication Ltd, Lahore, Dacca, 1967, hlm, 2-3.
[4] Beberapa konsep ketuhanan dapat dibaca buku “Filsafat Agama”oleh  Dr. Harun Nasution, hal 23-46.
[5] Dr. H. Muhibbuddin Waly MA, Sejarah Syari’ah Islam di Indonesia, Majalah Ilya Ulumuddin, No 12 Juni 1971.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar