Minggu, 23 Oktober 2011

”Pembelajaran Matematika Open-Ended”

1.      Pendekatan Open-Ended dalam Pembelajaran Matematika.
Pendekatan berdasarkan masalah dalam pembelajaran matematika sebenarnya bukan hal yang baru, tetapi Polya sudah mengembangkan sejak tahun 40-an. Namun pendekatan ini mendapat perhatian luas lagi mulai tahun 80-an sampai sekarang. Dengan dikembangkannya pendekatan pemecahan masalah berbentuk terbuka (open-ended) di Jepang. Pendekatan ini didasarkan atas penelitian Shimada, adalah “an instructional strategy that creates interest and simulates creative mathematical activity in the classroom trhough student’s collaborative work. Lesson using open-ended problem solving emphasize the proses of problem solving activities rather than focusing on the result” (Shimada and Becker.1997. Bandingkan dengan foong. 2000)
Pendekatan ini berkembang pesat sampai di Amerika dan Eropa yang selanjutnya dikenal dengan istilah open-ended probleng solving. Di Eropa, terutama di Negara-negara seperti Belanda pendekatan pembelajaran ini mendapat perhatian luas seiring dengan terjadinya tuntutan pergeseran paradigma dalam pendidikan matematika di sana. Di klaim bahwa pembelajaran matematika merupakan “human activities”, baik mental atau fisik berdasarkan “real life” dengan mengadopsi landasan Konstrutivisme Radikal Modern (berdasarkan biologi Kognitivisme dan Neurophisiologi) oleh Maturana dan varela (1984) bahwa fenomena-fenomena alam itu tidak dapat di reduksi secara penuh menjadi klusa-klausa deterministic, dengan struktur dan pola yang unik, tunggal dan dapat di prediksi secara mudah. Sebaliknya real life, adalah kompleks dengan struktur dan pola yang sering tak jelas, tak selalu teramalkan dengan mudah, multidimensi, dan memungkinkan adanya banyak penafsiran dan sinkuler. Pengetahuan manusia tentang alam hanyalah hipotesa-hipotesa konstruksi hasil pengamatan terbatas, yang tentu saja dapat salah (fallible). Mengadopsi pandangan ini dalam pembelajaran matematika, berarti memberi kesempatan pada siswa untuk belajar melalui aktivitas-aktivitas real life dengan menyajikan fenomena alam “seterbuka mungkin” pada siswa. Bentuk penyajian fenomena rea dengan “terbuka” ini dapat dilakukan  melalui pembelajaran yang berorientasi pada masalah/ soal/ tugas terbuka. (Sudiarta. 2003 a, 2003 b, 2003 c).
Secara konseptual masalah terbuka dalam pembelajarn matematika adalah masalah atau soal-soal matematika yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga memilki beberapa atau bahkan banyak solusi yang benar, dan terdapat banyak cara untuk mencapai solusi itu. Pendekatan ini memberikan kesempatan pada siswa untuk “experience in finding something new in the process” (Schoenfeld,1997).
Pembelajaran berdasarkan masalah terutama masalah matematika terbuka (open-ended) sangat sesuai dengan tuntutan KBK, terutama Karena di samping mengembangkan kemampuan memecahkan masalah problem solving, pendekatan ini juga menekankan pada pencapaian kompetensi matematis tingkat tinggi yaitu berpikir kritis, kreatif dan produktif. Problem yang diformulasikan memilki multijawaban yang benar disebut tak lengkap disebut juga problem open-ended atau problem terbuka. Contoh penerapan problem open-ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan dan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir. Siswa dihadapkan dengan problem open-ended tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya ada satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban namun beberapa atau banyak . sifat “keterbukaan” dari problem itu di katakana hilang apabila guru hanya mengajukan satu alternatif cara dalam menjawab permasalahan.
Pembelajaran dengan pendekatan open-ended biasanya dimulai dengan memberikan problem terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus membawa siswa dalam menjawab permasalahan dengan banyak cara dan mungkin juga banyak jawaban (yang benar) sehingga mengundang potensi intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang menurut Shimada (1997) dalam pembelajaran matematika, rangkaian dari pengetahuan, ketrampilan, konsep, prinsip atau aturan diberikan kepada siswa biasanya melalui langkahmi langkah. Tentu saja rangkaian ini diajarkan tidak sebagai hal yang saling terpisah atau saling lepas namun harus disadari sebagai rangkaian terintegrasi sengan kemampuan dan sikap daro seorang siswa, sehingga di dalam pikirannya akan terjadi pengorganisasian intelektual yang optimal.
Tujuan dari pembelajaran open-ended menurut Nohda (2000) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola piker matemtis siswa melalui problem solving seorang simultan. Dengan kata lain kegiatan kreatif dan pola piker matematis siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa. Hal yang dapat digarisbawahi adanya perlunya memberi kesempatan siswa untuk berpikir dengan bebas sesuai dengan minat kemampuannya. Aktivitas kelas yang penuh dengan idea-idea matematika ini pada gilirannya akan memacu kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
Dari perspektif di atas, pendekatan open-ended menjanjikan suatu kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses belajar mengajar. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan open-ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktifantara siswa dan matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi. Perlu digarisbawahi bahwa kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebabkan terbuka jika memenuhi tiga aspek berikut.
1.    kegiatan siswa harus terbuka
Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai dengan kehendak mereka. Misalnya, guru memberikan permasalahan seperti berikut kepada siswa: Dengan menggunakan berbagai cara, hitunglah jumlah sepuluh bilangan ganjil pertama mulai dari satu! Dengan begitu siswa berkesampatan melakukan beragam aktivitas untuk menjawab permasalahan yang di berikan sesuai dengan pikiran dan kemampuannya.
2.    kegiatan matematik adalah ragam berpikir
Kegiatan matematika adalah kegiatan yang di dalamnya terjadi proses pengabstraksian pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya. Pada dasarnya kegiatan matematik akan mengundang proses manipulasi dan manifestasi dalam dunia matematika.
3.    kegiatan siswa dan kegiatan matematik merupakan satu kesatuan.
Kegiatan siswa dan kegiatan matematik dikatakan terbuka secara simultan dalam pembelajaran, jika kebutuhan dan berpikir matematik siswa terperhatikan guru melalui kegiatan-kegiatan matematik yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan lainnya. Dengan kata lain, ketika siswa melakukan kegiatan matematika untuk memecahkan permasalahan yang diberikan, dengan sendirinya akan mendorong potensi mereka untuk melakukan kegiatan matematikpada tingkatan berpikir yang lebih tinggi. Dengan demikian, guru tidak perlu mengarahkan agar siswa memecahkan permasalahan dengan cara atu pola yang sudah ditentukan, sebab akan menghambat kebebasan berpikir siswa untuk menemukan cara baru menyelesaikan permasalahan.

2.      Orientasi Pendekatan Open-Ended dalam Pembelajaran Matematika.
Model matematika
(d)
Dunia nyata
(a)
Problem
(c)
Kondisi anak hipotesis
Abstraksi Idealisasi Simplikasi
Aksiomatisasi (Penerjemaan f dalam bahasa matematika)
(g)





Apakah mencukupi?
ya
kesimpulan
Deduksi
(j)
Tidak
Mengembangkan teori umum dan algoritma
Generalisasi sistematisasi
ya
Teori matematika
(e)
Pengembangan teori baru
(i)
Tidak
Muncul kasus serupa?
ya
(m)
Memodifikasi hipotesis
Cocok?
Tidak
(f)
Eksperimen Observasi
Data (k)
Dunia matematika (b)
Banyak kegiatan berfikir yang sulit terlepas dari matematika, seperti memahami suatu konsep matematika, memecahkan permasalahan matematik, mengkontruksi suatu teori atau menyelesaikan permasalahan dengan menerapkan matematika. Kegiatan berfikir seperti ini dapat disebut kegiatan matematika. Suatu model kegiatan matematika secara utuh dapat dipresentasikan seperti melalui diagram dibawah ini.
Model kegiatan matematik di atas berawal dari adanya dua dunia, yaitu dunia nyata (a) dan dunia matematika (b), dan adanya masalah (c) dalam dunia nyata yang harus dipecahkan. Yang dimaksud dunia nyata disini tidak mesti dunia secara fisik namun bisa berupa konseptual yang tidak seabstrak b. Untuk c dan f diformulasikan dari pengalaman-pengalaman dalam arti diterjemahkan ke dalam bahasa matematika melalui proses abstraksi, idealisasi, dan simplikasi sehingga e mungkin teraplikasikan. Pada tahap dimana siswa mencoba meformulasikan kembali permasalahan yang menurutnya sesuai pada saat inilah terjadi proses aksiomatisasi (g). Perlu dinggat bahwa dalam kegiatan matematika yang utuh siswa memerlukan cukup waktu untuk menggunakan pengetahuan dan pengalamannya.
Proposisi-proposisi yang diformulasikan pada tahap g secara tentative perlu diuji, apakah kita sudah memiliki cukup proporsi untuk menjawab permasalahan itu atau masih diperlukan proporsi baru. Dengan kata lain, mungkinkan kita menterjemahkan proporsi tertentu pada satu sistem aksiomatik (g)? jika tidak, menambah proporsi yang lain pada kondisi atau hipotesis (f) menjadi suatu keharusan. Kebenaran dari proporsi dalam g harus ditentukan melalui deduksi dalam sistem aksiomatik. Untuk deduksi ini e digunakan dengan sistem aksiomatik g.
Setelah dilakukan pengujian dengan teliti, suatu kasus bisa muncul dimana deduksi dapat berjalan sesuai harapan. Dalam hal ini, mengembangkan teori baru (i) menjadi keharusan. Misalnya, di SMU kelas awal dibahas gerak benda dalam satu ruang yang secara matematik dapat dipandang sebagai suatu fungsi dari waktu. Karena siswa belum mendapat teori yang diperlukan untuk siswa dapat mengkontruksi  suatu teori mengenai turunan fungsi dari kecepatan, inilah yang membuat kalkulus ini penting diperkenalkan pada tingkatan SMU.
3.      Mengkonstruksi Problem.
Sebenarnya tidak mudah mengembangkan problem open-ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan beragam kemampuan. Melalui penelitian yang panjang di Jepang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkreasi problem tersebut, diantaranya:
1)        Sajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata dimana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
2)        Soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam soal ini.
3)        Sajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
4)        Sajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
5)        Berikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa dapat mengolaborasi sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
6)        Berikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasi dari pekerjaannya.

4.      Mengembangkan Rencana Pembelajaran.
Langkah penting yang harus dikembangkan guru dalam pembelajran melalui pendekatan open-ended adalah menyusun rencana pembelajaran. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran sebelum problem tersebut disampaikan kepada siswa, yakni:
a.    Apakah masalah tersebut kaya dengan konsep-konsep matematika dan bernilai?
Masalah (problem) harus mendorong siswa untuk berfikir dari berbagai sudut pandang. Disamping itu juga harus kaya dengan konsep-konsep matematika yang sesuai untuk siswa yang berkemampuan tinggi maupun rendah dengan menggunakan berbagai strategi sesuai kemampuannya.
b.    Apakah level matematika dari masalah (problem) itu cocok untuk siswa?
Pada saat siswa menyelesaikan problem open-ended, mereka harus menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang mereka punyai. Jika guru memprediksi bahwa persoalan itu diluar jangkauan siswa, maka problem itu harus diubah/diganti dengan problem yang berada dalam wilayah pemikiran siswa.
c.    Apakah problem itu mengundang pengembangan konsep matematika lebih lanjut?
Problem harus memiliki keterkaitan atau dihubungkan dengan konsep-konsep matematika yang lebih tinggi sehingga dapat memacu siswa untuk berfikir tingkat tinggi.
Apabila kita telah memformulasi problem mengikuti kriteria yang telah dikemukakan, langkah selanjutnya adalah mengembangkan rencana pembelajaran yang baik. Pada tahap ini hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

a.    Tuliskan respon siswa yang diharapkan
Siswa diharapkan merespon problem open-ended dengan berbagai cara. Oleh karena itu guru harus menuliskan daftar antisipasi respon siswa terhadap problem. Karena kemampuan siswa dalam mengekspresikan idea tau pikirannya terbatas, mungkin mereka tidak akan mampu menjelaskan aktivitas mereka dalam memecahkan problem itu. Namun mungkin juga mereka mampu menjelaskan ide-ide matematika dengan cara berbeda. Dengan demikian antisipasi guru membuat banyak kemungkinan respon yang dikemukakan siswa menjadi penting dalam upaya mengarahkan dan membantu siswa memecahkan permasalahan sesuai dengan cara kemamapuan siswa.
b.    Tujuan dari problem itu diberikan harus jelas
Guru harus memahami peranan problem itu dalam keseluruhan rencana pembelajaran. Problem dapat diperlakukan sebagai topik yang independen, seperti dalam pengenalan konsep baru, atau sebagai rangkuman dari kegiatan belajar siswa. Dari pengalaman, problem open-ended efektif untuk pengenalan konsep baru atau dalam rangkuman dari kegiatan belajar.

c.    Sajikan problem semenarik mungkin.
Konteks permasalahan yang diberikan harus dikenal baik oleh siswa dan harus membangkitkan semangat intelektual. Karena problem open-ended memerlukan waktu untuk berfikir dan mempertimbangkan, maka problem itu harus mampu menarik perhatian siswa.
d.   Lengkapi prinsip posting problem sehingga siswa memahami dengan mudah maksud dari problem itu.
Problem harus diekspresikan sedemikian sehingga siswa dapat memahaminya dengan mudah dan menemukan pendekatan pemecahannya. Siswa dapat mengalami kesulitan jika eksplanasi problem terlalu ringkas. Hal ini dapat timbul karena guru bermaksud memberikan kebebasan yang cukup bagi siswa untuk memilih cara dan pendekatan pemecahan masalah atau bisa diakibatkan siswa memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki pengalaman dalam belajar karena terbiasa mengikuti petunjuk-petunjuk dari buku teks. Untuk menghindari kesulitan yang dihadapi siswa seperti ini, guru harus memberikan perhatian khusus menyajikan atau menampilkan problem.
e.    Berikan waktu yang cukup kepada siswa untukmengeksplorasi problem.
Kadang-kadang waktu yang diberikan tidak cukup dalam menyajikan problem pemecahannya, mendiskusikan pendekatan dan penyelesaian, dan merangkum apa yang telah siswa pelajari. Oleh karena itu guru harus memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengeksplorasi problem. Berdiskusi secara aktif anatara siswa dan antara siswa dengan guru merupakan interaksi yang sangat penting dalam pembelajaran open-ended. Guru dapat membuat dua periode waktu untuk satu problem open-ended. Periode pertama, siswa bekerja secara individual atau kelompok dalam memecahkan problem dan membuat rangkuman dari proses penemuan yang mereka lakukan. Kemudian periode kedua, digunakan untuk diskusi kelas mengenai strategi dan pemecahan serta penyimpulan dari guru, dari pengalaman pembelajaran seperti ini terbukti efektif.

5.      Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Open-Ended.
Dalam pendekatan open-ended guru memberikan permasalah kepada siswa yang solusinya tidak perlu ditentukan hanya melalui satu jalan. Guru harus memanfaatkan keragaman cara atau prosedur yang ditempuh siswa dalam menyelesaikan masalah. Hal tersebut akan memberikan pengalaman pada siswa dalam menemukan sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan, keterampilan dan cara berfikir matematik yang telah diperoleh sebelumnya. Ada beberapa keunggulkan dari pendekatan ini, antara lain:
a.       Siswa memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara lebih aktif serta memungkinkan untuk mengekspresikan idenya.
b.      Siswa memiliki kesempatan lebih banyak menerapkan pengetahuan serta keterampilan matematika secara komprehensif.
c.       Siswa dari kelompok lemah sekalipun tetap memiliki kesempatan untuk mengekspresikan penyelesaian masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri.
d.      Siswa terdorong untuk membiasakan diri memberikan bukti atas jawaban yang mereka berikan.
e.       Siswa memiliki banyak pengalaman, baik melalui temuan mereka sendiri maupun dari temannya dalam menjawab permasalahan.
Disamping keunggulan yang dapat diperoleh dari pendekatan open-ended, terdapat juga beberapa kelemahan, diantaranya:
a.    Sulit membuat atau menyajikan situasi masalah matematika yang bermakna bagi siswa.
b.    Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahamai siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
c.    Karena jawaban bersifat bebas, siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
d.   Mungkin ada sebagian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar