Minggu, 23 Oktober 2011

“Pembuatan Keputusan dalam Manajemen Berbasis Sekolah”


Pembuatan Keputusan dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

1.   Urgensi Pembuatan Keputusan Sekolah
Modernitas organisasi sekolah, termasuk pelembagaan MBS telah membangkitkan kesadaran akan esensi dan eksistensi kepemimpinan kepala sekolah. Tuntutan kepala sekolah yang profesional semakin terasa. Bekal kemampuan, keahlian dan keterampilan menjadi salah satu syarat bagi kepala sekolah agar mampu menjalankan roga kelembagaannya secara berbasis MBS[1].
Konsep manajemen pendidikan modern menggariskan bahwa efektifitas manajemen sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan manajernya dalam membuat keputusan-keputusan bermutu yang diperoleh melalui langkah-langkah sistematis. Oleh karena itu, tuntutan paling menonjol dalam dibidang manajemen sekolah akhir-akhir ini ditandai oleh hal-hal berikut:
a.         Adaya kebutuhan akan manajer atau pimpinan sekolah professional yang mempunyai kompetensi tinggi dalam membuat kebijakan dengan memanfaatkan sumberpotensi yang ada dan yang mungkin diakses secara efektif dan efisien.
b.        Keahlian, teknik, dan alat adalah faktor penting demi terlaksananya proses manajemen secara lebih baik.
c.         Adanya perhatian tinggi terhadap aspek manusiawi, yaitu melihat dari segi manusiawinya semakin menonjol. Adanya tuntutan terhadap produktifitas kerja dan persaingan tinggi dalam rangka mempertahankan eksistensi dan prospek organisasi sekolah.
d.        Pembuatan keputusan sekolah dilakukan melalui prosedur yang sistematis dan ditunjang oleh data atau informasi jitu.
Manajemen sekolah yang baik adalah yang mampu menghasilkan keputusan sekolah secara bermutu, baik kuantitatif maupun kualitatif. Tidak ada manajemen sekolah yang lebih baik, kecuali yang mampu meraih perubahan yang positif, rasional dan objectif bagi organisasi persekolahan. Keputusan manajemen sekolah yang dimaksud disini harus memiliki akses yang dinamis dan inovatif. Manajemen sekolah yang bermutu dalam konteks pembuatan keputusan biasanya memperhatikan kerangka berfikir sebagai berikut:
a.         Keputusan manajemen sekolah diawali oleh pemilihan alternatif terbaik. Keputusan sekolah diperoleh melalui seperangkat pilihan atas alternatif yang diidentifikasi secara cermat. Dari pilihan tersebut, hanya alternative yang paling mungkinlah yang dipilih sebagai keputusan. Disini seorang manajer sekolah harus mampu membuat prakarsa dan inovasi baru sehingga keberadaan partisipan dalam pembuatan keputusan sekolah betul-betul tercurah untuk itu.
b.        Keputusan manajemen sekolah adalah keputuan yang membawa perubahan. Maksudnya, jika keputusan itu tidak diambil akan menimbulkan disintegrasi individu dalam organisasi sekolah. Manajer atau pemimpin sekolah yang berhasil, sangat peka dalam menentukan kemungkinan keputusan yang dibuat. Kebikajan sekolah mungkin banyak, tapi jika bersifat rutin saja, prakasa baru untuk meningkatkan kinerja organisasi tidak akan ditemukan. Manajer, administrator, atau pemimpin sekolah harus keluar dari kancah kerja yang bersifat kerutinan. Manajer sekolah harus mampu memusatkan pikirannya pada hal-hal yang bersifat inovatif dan produktif[2].
c.         Proses kelompok berperan sangat besar dalam dunia manajemen sekolah yang berhasil. Meski proses itu dapat dicapai secara individual, tapi tujuan organisasi sekolah hanya akan dapat dicapai jika anggota kelompok memiliki kesadaran akan tujuan organisasinya. Tentu saja, proses kelompok tidak hanya dibutukan dalam proses pelaksanaan keputusan sekolah, tetapi juga ketika keputusan itu dirumuskan. Oleh karena itu, manajer atau administrator sekolah memerlukan:
a)         Staf pelaksana yang inovatif, memiliki daya partisipatif dan produktif, serta mampu menggarap tugas-tugas yang inovatif dan produktif.
b)        Teknik, metode dan alat yang mempermudah kebijakan sekolah, bukan alat-alat yang justru menjadi penghambat roda kerja organisasi sekolah.
c)         Suasana kerja yang harmonis, tempat individu dalam kelompok berada dalam ruang kerja yang kondusif untuk dapat menerima dan mau melaksanakan kebijakan manajemen. Tampa kemauan dan kemampuan semua pihak, kebijakan manajemen sekolah akan menjelma sebagai setumpuk konsep yang tidak bermakna apa-apa.

2.    Pembuatan Keputusan Melibatkan Banyak Pihak
MBS membuka peluang bagi personalia sekolah memiliki ruang gerak luas untuk menentukan nasib sendiri dalam membuat keputusan-keputusan sekolah. John H. Holloway (2000) dalam buku Sudarman Danim berkesimpulan bahwa strategi MBS yang paling efektif adalah kebebasan energi untuk membuat keputusan bagi semua guru melalui tim-tim yang bekerja dengan pendekatan horizontal dan vertical.
Seperti yang kita tahu MBS didefinisikan sebagai suatu proses yang dikonsepsikan sebagai sesuatu yang akan dapat menjamin lahirnya dukungan dari guru dan staf sekolah untuk meningkatkan kinerja sekolah dan prestasi belajar anak didik. Dukungan maksimal itu akan muncul karena proses manajemen sekolah didasari atas aktifitas diskusi yang demokratis.
Bagi guru, orang yang paling masuk akal untuk diajak kerja sama pada pembuatan keputusan pada tingkat organisasi adalah kepala sekolah. Bagi kepala sekolah, orang yang paling masuk akal untuk diajak kerja sama pada pembuatan keputusan pada tingkat organisasi adalah guru atau lebih luas lagi anggota komite sekolah. Pihak-pihak yang dilibatkan dalam pembuatan keputusan sekolah dapat lebih luas spektrumnya. Pihak Dinas Diknas dan Dewan pendidikan Kabupaten/Kota, misalnya, dapat melibatkan guru dalam membuat keputusan dalam bidang kurikulum. Konsep ini meningkatkan keterlibatan guru, tetapi keputusan seluruh daerah biasanya masih belum dapat memcahkan ketidakefisienan birokrasi. Sementara itu, kepala sekolah dapat menyatukan kekuatan, misalnya, melalui Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) dan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS). Melalui wadah ini mereka dapat berbagi pengalaman, memecahkan masalah, menyusun perencanaan bersama, memperluas wawasan kependidikan, dan lain-lain.
Kepala sekolah dan guru harus diizinkan diberi ruang gerak membuat keputusan dan menyusun perenanaan yang dipilihnya dalam bentuk atau gaya yang dianggap layak. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh kepala sekolah dan guru atau bersama-sama pihak komite sekolah. Kepala Dinas Diknas pemerintah Kabupaten/Kota, dan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota harus mementukan tujuan umum yang diperluas, garis besar tujuan, dan hasil akhir program pendidikan. Meski MBS itu dapat diartikan sebagai otonomi sekolah, kepala sekolah dan guru tidak serta mutlak diberi kebebasan penuh untuk menjalankan sekolah secara independen, meski mereka tetap diberi kekuasaan untuk mengorganisasikan dengan cara tertentu sehingga keputusan perencanaan yang dibuat memiliki resiko paling rendah.
Umumnya kepala sekolah harus melibatkan guru, berdasarkan bidang keahlian, minat, dan kepeduliannya. Manajemen partisipatif telah terbukti efektif diterapkan pada banyak situasi sekolah. Melalui MBS sekolah diharapkan secara kontinu dapat memperbarui kinerjanya dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

3.    Keputusan Sekolah yang Ideal
Pengambilan keputusan merupakan kegiatan setiap orang, terutama pimpinan atau lembaga. Setiap pemimpin organisasi atau lembaga pasti menghadapi persoalan dan persoalan itu harus dipecahkan. Supaya kita berhasil dengan baik dalam mengambil keputusan, maka kita perlu mengembangkan kemampuan, makin mampu kita mengenali masalah yang kita hadapi maka kita akan makin mampu mengambil suatu keputusan[3].
Keputusan organisasi yang ideal menampilkan sosok sebagai berikut:
a.    Keputusan yang baru
Keputusan yang monoton, rutin dan tidak prospektif, akan kurang bermakna bagi organisasi sekolah. Keputusan sekolah yang dibuat seharusnya mampu membawa organisasi kepada pembaharuandan inovasi baru yang memungkinkan organisasi sekolah berjalan lebih dinamis dan produktif.
b.    Keputusan generik
Keputusan generik adalah keputusan yang jika tidak diambil akan membuat organisasi sekolah menjadi vakum dan komunitas sekolah selaku manusia organisasional akan kehilangan identitas sebagai sumber daya produksi yang utama.
c.    Keputusan berbasis informasi
Keputusan sekolah yang dibuat didasari atas informasi yang bermutu, dengan demikian tidak diambil dari satu sudut tinjauan saja. Data atau informasi yang diperlukan dalam kerangka pembuatan keputusan sekolah harus baru dan inovatif.
d.   Keputusan yang realistis.
Keputusan sekolah yang realistis bermakna bahwa keputusan tersebut disesuaikan dengan daya dukung sumber daya organisasi sekolah untuk merealisasikannya.
e.    Keputusan yang fleksibel.
Keputusan sekolah yang fleksibel mengandung makna dimungkinkan dilakukan dekontinuitas, manakala ada gagasan baru, perubahan situasi, atau keputusasaan dalam implementasinya.
f.     Keputusan yang diterima dan mendapatkan dukungan penuh oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan keputusan itu.
Tanpa didukung oleh SDM yang ada, sehebat apapun keputusan sekolah yang dibuat tidak akan ada maknanya ditingkat praktis.

4.    Jenis-jenis Keputusan
Dalam dunia manajemen, pembuatan keputusan memgang peran yang sangat penting, termasuk dalam kerangka manajemen sekolah berbasis MBS. Bertolak dari karakteristiknya, keputusan sekolah dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu keputusan otoritatif, keputusan pribadi, dan keputusan organisasi.
a.         Keputusan Otoritatif
Keputusan otokratif adalah keputusan yang dipaksakan oleh seorang kepala sekolah kepada orang lain, seperti guru atau staf tata usaha. Keputusan semacam ini biasanya berupa kebijakan yang dibuat oleh pemimpin sekolah yang otoriter, yang pelaksanaannya dipaksakan kepada bawahannya.
b.         Keputusan Pribadi
Keputusan pribadi adalah setiap keputusan yang diambil oleh individu atas nama pribadi.
c.         Keputusan Organisasi
Keputusan organisasi adalah setiap keputusan yang diambil oleh organisasi formal. Keputusan organisasi merupakan keputusan kolektif (collective decision), ketika manusia organisasional harus mematuhi kebijakan itu. Keputusan organisasi sekolah mutlak diperlukan karena keberlangsungan organisasi ditentukan oleh sampai seberapa jauh organisasi itu dapat membuat keputusan-keputusan baru.
Adapun cirri-ciri keputusan yang baik adalah:
a)         Setiap keputusan sekolah yang diambil harus dikomunikasikan dengan jelas kepada orang-orang yang terkait.
b)        Kepala sekolah, staf, dan personel lainnya berpartisipasi penuh didalam proses pembuatan keputusan sekolah.
c)         Keputusan sekolah yang dibuat tidak kaku, harus rasional, dan mudah diimplementasikannya.
d)        Keputusan sekolah yang diambil harus diikuti dengan implementasikannya.
e)         Keputusan sekolah yang telah diambil dan dirasakan tidak cocok lagi, tidak dipaksakan untuk dilaksanakan, tetapi harus dibuat keputusan pengganti.


[1] Danim, Sudarman.  Visi Baru Manajemen Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 2008). hlm. 229.
[2] Ali Amran Udin (Alm) dalam buku Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta:Rineka Cipta, 1997) hlm. 2.
[3] Indrafachrudi, Soekarto.  Bagaimana Memimpin Sekolah yang Efektif (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006) hlm. 103.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar